Monday, July 8, 2019

√ “Stand Up Comedy” Sebagai Kekuatan Mensugesti Khalayak



Stand up comedy ialah komedi yang ciri khasnya terletak pada pelawak yang melucu di depan khalayak dengan menggunakan media mic dan stand mic. Sehingga humor yang disajikan menggunakan komunikasi satu arah layaknya orang yang berpidato atau berbicara di atas mimbar bebas. Komedian yang ditampilkan pun kebanyakan merupakan orang muda ganteng dan gaul.

Di Indonesia, Stand up comedy diperkenalkan melalui program yang disiarkan secara nasional oleh stasiun televisi terkemuka di Indonesia. Sejak ditayangkan, stand up comedy mulai menjadi program yang digemari. Selain alasannya ditanyangkan melalui televisi, penyebab terdongkraknya kepopuleran stand up comedy ialah alasannya dalam program tersebut, pelawak yang ditampilkan merupakan sosok ganteng dan gaul. Sedangkan bahan yang disampaikan menyentil kehidupan sosial, mengkritisi kebijakan pemerintah dan tak jarang berisi usikan kepada diri sendiri maupun orang lain.

Terlepas dari bahan yang disampaikan, ternyata stand up comedy bisa mengubah paradigma, pandangan dan anutan khalayak umum. Misalnya terkait dengan paradigma dikala kita mendengar kata laki-laki. Laki-laki itu kalau tidak bajingan ya homo. Itulah kata-kata yang didengungkan oleh salah satu pembicara favorit di stand up comedy. Akhirnya, sampaumur ini dalam masyarakat muncul paradigma menyerupai itu.

Secara tersirat kita sanggup mencar ilmu dari stand up comedy. Belajar wacana bagaimana caranya mempengaruhi anutan khalayak umum. Kekuatan mempengaruhi Stand up comedy, selain alasannya disiarkan secara nasional namun juga alasannya penyampaian stand up comedy disajikan oleh anak muda gaul/ ganteng dengan sifat humoris dan santai.

Sehingga dikala kita ingin mempengaruhi orang lain maka yang sanggup kita lakukan ialah memperbaiki penampilan diri dan bersikap humoris. Penampilan diri tidak harus menggunakan baju serba baru, yah cukup menggunakan pakaian yang nyaman digunakan dan rapi. Rapi disini contohnya dikala biasanya tidak kita setrika, kita bisa meluangkan waktu untuk menyetrika. Yah, semoga tidak kusut.

Begitu pula dengan perilaku humoris, kita tidak perlu kesana kemari tertawa-tertawa dan menunjukkan perilaku “nyelelek”. Namun cukup kita senyum, menampakkan wajah penuh kehangatan dikala bertemu dengan orang lain. Bukankah senyum itu sebagian dari ibadah dan menjadi sebuah keharusan dikala bertemu dengan orang lain kita harus menampakkan wajah berseri?

Sumber http://rahmahuda.blogspot.com