Wednesday, August 2, 2017

√ Autokorelasi Dalam Ekonometrika

Salah satu bahasan ekonometrika yang digemari dalam pelbagai penelitian ialah analisis time series. Analisis time series merupakan salah satu analisis dengan memakai data runtun waktu (time series). Data runtun waktu tentunya kita telah mengetahui, ia merupakan jenis data yang terdiri atas informasi atau titik-titik data selama periode waktu tertentu. Data jenis ini juga mempunyai pola, baik beraturan maupun tidak beraturan.

Pemodelan fenomena ekonomi dengan analisis time series adakalanya memakai single variabel. Variabel itu secara teoritis mempunyai keterkaitan dengan kondisi sebelumnya. Salah satu pola mudahnya bila kita memakai data inflasi. Secara teoritis inflasi merupakan salah satu variabel ekonomi yang dipengaruhi oleh dirinya sendiri. Kondisi inflasi masa lampau sanggup menawarkan efek terhadap inflasi masa datang. Sebab, inflasi begitu terkait dengan soal sentimen perekonomian. Terlebih lagi kalau inflasi dihubung-hubungkan dengan fenomena ekonomi yang terjadi di masyarakat.

Data runtun waktu atau series inflasi ini mempunyai prilaku sesuai dengan fenomena yang terjadi pada setiap titik waktu. Inflasi biasanya naik pada ketika hari raya besar dan ketika tahun anutan baru. Fenomena ekonomi inilah yang menjadi pemicu sentimen pasar serta asumsi inflasi pada waktu berikutnya.

Adanya efek yang disumbang oleh masa kemudian inflasi terhadap dirinya sendiri pada ketika ini dan ke depan inilah yang kemudian disebut sebagai keterkaitan yang berasal dari inflasi itu sendiri. Istilah ekonometrika perihal keterkaitan dari single variabel kemudian dikenal sebagai autokorelasi.

Autokorelasi sebetulnya merupakan gangguan dalam pemodelan ekonometrika. Untuk itu, model ekonometris yang terbentuk haruslah terbebas dari "belenggu" autokorelasi atau hubungan serial intern variabel. Jika model mengalami autokorelas, maka ada dua dampak negatif yang dikandung oleh model, yaitu:

1) Estimator memang tidak bias dan masih konsisten, dan masih mengikuti sebaran normal asimtotik, tetapi estimator tersebut sudah tidak lagi efisien alasannya ialah variansnya tidak minimum lagi, dengan kata lain tidak memenuhi kaidah Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Hasil estimasi variansnya biasanya underestimate daripada varians sebenarnya.

(2) Adanya gangguan asumsi ini, nilai R square tidak lagi mempunyai makna yang berarti dalam menjelaskan proporsi keragaman dari variabel terikat (dependen)nya. Selain itu, lantaran estimator varians sampelnya (Mean Square Error)sudah tidak lagi BLUE maka varians dan standar error hasil peramalan juga tidak efisien.

Sumber http://www.ngobrolstatistik.com/