Mundur beberapa waktu lebih jauh dari posting-posting sebelumnya. Kali ini yakni kisah dikala Saya masih duduk di dingklik SMK.
Sudah menjadi belakang layar umum bila siswa SMK, pada semester-semester akhir, melaksanakan jadwal PKL (Praktik Kerja Lapangan). Sebagian sekolah menyebutnya PraKerIn (Praktik Kerja Industri). Sama saja.
Saya kira, jadwal ibarat ini elok sekali. Mengenalkan siswa pada dunia yang sesungguhnya. Di mana saling sikut antar pegawai demi jabatan itu jadi tontonan yang menarik untuk disimak dengan secama. Mengenal deadline, yang seringkali terlihat ibarat pasukan Fir’aun ketika mengejar Musa as.
Siswa juga akan tahu bagaimana pusingnya bergerak di bawah telunjuk orang lain. Hikmahnya yakni –bagi siswa yang berpikir saja, sih- mereka akan tahu bagaimana sulitnya menjadi orang renta yang membiayai mereka sekolah.
Banting tulang, peras keringat, pasang badan, menahan lapar dan kantuk. Iya, biar anaknya sekolah.

Harapan mereka hanya satu: Anaknya harus sanggup lebih sukses daripada dirinya.
Jadi harusnya, sebakda PKL siswa mulai berpikir buka usaha. Kaprikornus kepala ular daripada jadi buntut naga; menjadi telunjuk, bukan ditunjuk. Sepakat? Harus! Haha.
Saya yakni salah satu orang yang –Segala Puji Bagi Allah- terbesit anutan ibarat itu. Makan hati jikalau terus-terusan disuruh. Saya tidak suka.
Tapi tidak semua orang ibarat Saya. Dan itu sah-sah saja. Tidak semua orang ingin berwirausaha. Dan itu boleh, kok. Kalau semua jadi pengusaha, terus siapa yang kerja di perusahaan Saya. Pft.
Serius. Setiap orang sudah ada jalan kesuksesannya masing-masing. Yang harus diperhatikan yakni biar bagaimana pekerjaan atau perjuangan yang digeluti tidak memburukkan pribadi dan menjauhkan diri dari Tuhan yang memberi rezeki.
Itu saja.
Kembali ke topik. Sewaktu SMK, Saya menentukan UNPAD sebagai daerah PKL, tepatnya di DCISTEM; Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang bertindak sebagai admin jaringan internet di seluruh UNPAD.
Sebagian pegawai DCISTEM juga sering ditunjuk sebagai panitia SNMPTN/SBMPTN, itulah sebabnya foto-foto sample yang dipakai sebagai panduan untuk penerima dikala mendaftar, banyak yang Saya kenal. Hehe.
DCISTEM menjadi pilihan lantaran dipastikan ketika Saya magang di sana, akan banyak ilmu yang Saya dapatkan.

Saya jurusan TKJ. DCISTEM bergerak di segmen yang sama, selain juga ada kepingan khusus RnD (Research and Develovment) yang bergerak di bidang pemutakhiran website dan aplikasi kemahasiswaan. Saya tidak masuk ke ranah itu. Pusing.
Saya berangkat bersama empat orang rekan dari dua kelas yang berbeda.
Daftar Isi
Menyampaikan Surat Tugas
Saya kurang ingat namanya surat apa, mari anggap saja itu surat tugas.
Sekira pukul lima pagi kami sudah siap siaga. Tempat pertemuan kami berlima ditentukan di terminal Indihiang, Tasikmalaya.
Diiringi kokok ayam, Saya bersiap. Tidak banyak membawa barang. Hanya nyali saja yang dibentuk matang.
Singkat cerita, pukul 09:00 Saya dan rekan sudah hingga di gerbang samping UNPAD Jatinangor. Di perjalanan, kami tidur, tidak ada yang harus diceritakan.
Bismillaah.
Kami semua melangkahkan kaki memasuki kompleks universitas.
Gila! Besar sekali kampus ini. Meskipun pernah diceritakan abang kelas wacana luasnya, tapi melihat dengan mata kepala sendiri sungguh berbeda.
Jarak gerbang hingga Gd. Biru, kantor pegawai UPT DCISTEM, sekira membutuhkan waktu 10 – 15 menit berjalan kaki. Jauh sekali. Serius.
Saya kasih tahu, saking luasnya, UNPAD ini punya angkot dalam kampus untuk mahasiswa. Gratis pula. Kenapa Saya tahu jikalau itu gratis? ‘kan dikasih tahu sebelumnya oleh abang kelas.

Jadi ceritanya, UNPAD ini menjadi langganan sekolah kami dalam urusan magang-memagangkan siswa. Track record sekolah kami bagus, jadi kemungkinan diterima besar sekali. Tapi sayangnya, PKL di UNPAD ini tidak digaji. Huft.
Dengan semangat mulia kami tetap melangkah. Mencari ilmu. Iya, mencari ilmu.
Saat itu kami, dengan wajah tanpa dosa, naik ke dalam salah satu angkot. Berlagak sebagai mahasiswa kami katakan ke supir, “Pak, Gedung Biru.”
Diantarkanlah kami ke Gedung Biru yang cat temboknya mayoritas warna putih. Meskipun ada biru-birunya. Persentasenya 65% : 35%.

Kami masuk. Ternyata, Gedung Biru ini sama-sama ruang perkuliahan. Banyak mahasiswa yang bergumul dikala itu. Dalam hati, “Oh, ini mahasiswa. Cantik.”
Kami tidak mengambil foto mereka. Itu tidak penting dan bukan urusan kami tiba ke sana.
Melihat satpam yang sedang asik merokok, kami menghampirinya dan meminta untuk diantarkan hingga ke kantor DCISTEM. Lalu, kami diantarkan hingga depan pintu.
Dianggurkan

Kami memberanikan diri masuk. Terlihat di sana ada abang kelas yang sudah ditarik jadi pegawai. Sampai hari ini pun, 2016, ia masih betah bekerja di sana.
Kami disambut dan dipersilakan duduk. Kemudian kami utarakan maksud dan tujuan tiba ke daerah mereka.
Kami sampaikan surat kiprah tadi. Saya tidak ingat. Tapi jikalau tidak salah, di surat yang diberikan sekolah sebagai pengantar itu ada form pernyataan diterima/tidak.
Mereka meminta waktu sebentar untuk merundingkan. Sebentar yang tidak sebentar.
Pada awalnya kami diajak ngobrol oleh abang kelas tadi, tapi beberapa waktu kemudian ada trouble yang harus diselesaikan. Kaprikornus dia pamit bertugas. Setelah itu, kami dianggap butiran debu.
Ya sudah, kami hanya duduk, buka tutup HP tidak jelas.
Kelucuan Hari Itu, Esok, dan Seterusnya
Dianggurkan sekira tiga jam hingga menjelang dzuhur. Akhirnya Pak Opik, entah apa jabatannya yang terperinci dia punya kursi empuk dan berputar –wih-, tiba menghampiri kami.
Lalu dengan sedikit tertawa membela diri dia berkata, “Aduuuh, suratnya tadi di mana ya. Saya lupa.”

Dalam hati Saya bergumam, “Lha, kirain tadi berunding. Terus dari tadi ngapain aja?”
Mulai dari sana, suasana ketegangan yang tadi sempat menggelayut mulai berjatuhan. Begini ternyata jikalau orang sunda, suka bercanda. Hal serius saja dibercandakan. Kaprikornus keputusannya bagaimana?
Keputusannya begini …
“Kalian secara mulut sudah kami terima. Minta lagi saja suratnya, ya, sama sekolah. Bilang saja hilang.”
Parah memang.
Tapi, insiden itu mempersempit jarak antara peseta magang dan pegawai. Sampai di hari-hari berikutnya, tiada hari tanpa bercanda. Seperti halnya tiada hari tanpa disuruh. Entah itu pekerjaan penting atau sekadar menyeduh kopi.
Tidur, Makan, Mandi, Mencuci, bahkan Menjemur Pakaian di Tempat yang Sama

Salah satu faktor yang menciptakan kami lebih ngunpad dari mahasiswa UNPAD yakni daily activity yang biasa dilakukan mahasiswa di rumah atau di kost, kami lakukan di Gedung Biru.
Kami biasa mandi pagi pukul 06:30 atau lebih pagi sebelum mahasiswa datang; dan malam hari sehabis mahasiswa pulang.
Kami biasa mencuci hari ahad di toilet sama, dengan yang kami gunakan dikala mandi. Toilet mahasiswa.
Dan yang agak sedikit ekstrim yakni menjemur pakaian di semak-semak samping Gedung Biru. Meskipun hari minggu, mahasiswa kadang kala tiba ke kampus. Mungkin acara organisasi.
Jadi, pakaian dalam yang kami jemur itu sering jadi penghibur tersendiri bagi mereka, mungkin.
Pokoknya, dikala itu, UNPAD serasa milik sendiri.
Proyek Besar
Saya akan eksklusif bercerita wacana faktor lain yang menciptakan kami lebih ngunpad dari mahasiswa UNPAD.
Saat kami PKL di sana, UNPAD sedang ada upgrade kemudahan internet. Semua tembaga pembawa data internet diganti fiber optic.

Samping jalan kampus UNPAD digali, kemudian ditanam kabel fiber optic. Kami sebagai apa di sana?
Kami sebagai pengukur kedalaman, sudah cukup dalam dan sesuaikah galian yang dilakukan pekerja. Galiannya sedalam satu meter, jikalau tidak salah. Maaf Saya banyak lupa.
Juga kami bertindak sebagai pengukur jarak, berapa panjang parit yang digali pekerja di seluruh UNPAD, untuk kemudian dilaporkan segabai materi pertimbangan berapa kabel fiber optic yang dipesan. Sepertinya begitu.
Kegiatan itu menciptakan kami menyusuri seluruh sisi luar UNPAD. Saya ingin bertanya, adakah mahasiswa yang sengaja berkeliling UNPAD? Maksud Saya, hingga ke tempat-tempat paling sempit?
Saya rasa tidak. Kaprikornus siapa yang lebih ngunpad? Kami dong!
Tapi jikalau ada mahasiswa yang melaksanakan hal demikian, tunggu dulu. Jangan bahagia dulu.
Setelah selesai dengan UNPAD kepingan luar dan kabel fiber optic utama juga telah selesai ditanam, kini saatnya memasang perangkat-perangkat keras untuk menghubungkan koneksinya.
Tugas kami? Bor dinding di setiap fakultas, jurusan, untuk memasang kotak hitam –Saya lupa namanya- dan menaruh switch di dalamnya.
Tidak hanya di daerah publik, maksud Saya, daerah yang biasa dilalui mahasiswa. Kami juga masuk ke asrama mahasiswa lokal dan mahasiswa internasional.
Saya ingat ketika masuk ke asrama mahasiswa india. Hih.
Kami juga pernah ke kamar mayit fakultas kedokteran. Ke hutan belakang UNPAD yang –Gila- luas sekali. Ada banyak ladang di sana. Mungkin untuk praktik mahasiswa pertanian dan peternakan.
Ada juga kolam besar, jikalau ini mungkin untuk mahasiswa perikanan.
Jadi siapa yang lebih ngunpad? Kami dong!
Maaf, ya.
Rektorat UNPAD

Ada keringat abang kelas kami di gedung yang sering kalian jadikan background foto itu.
Siswa PKL sebelum kami tugasnya ikut membangun rektorat UNPAD Jatinangor yang ibarat koloseum, memasang jaringannya sehingga semua terfasilitasi.
Mari ucapkan terimakasih.
Sumber https://satriabajahitam.com