Monday, March 11, 2019

√ Pendidikan Profesi Guru Mengacu Pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia

Pak Caraka dari UAD dan Bapak dari Kementerian (dari kiri ke kanan) 
Wawasanku kurang luas. Itulah kesan sehabis mendengar tanggapan dari seorang pejabat dari kementerian. Saya hanya bertanya, "Mengapa guru SD saat PPG harus mempelajari sin-cos-tan, persamaan kuadrat, dan bahan lain yang tidak diajarkan di SD?" Saya nekat bertanya. Padahal saya tidak tahu dari mana beliau. Entah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) atau Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dikti). Pertanyaan ini  saya lontarkan saat Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka monitoring dan penilaian PPG Dalam Jabatan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

Pejabat yang melaksanakan monev terhadap pelaksanaan PPG Dalam Jabatan UAD ini menjawab dengan sebuah pertanyaan, "Anda tahu KKNI, mas?"
"Tidak tahu." Begitu jawabku.
Pikirku tidak penting pertanyaan dari dia ini. Pertanyaan ku di awal tadi tidak ada hubungannya dengan KKNI.

Unik juga pejabat tinggi menjawab pertanyaan dengan pertanyaan. Untung dia bukan murid ku. Kalau saja dia murid ku di sekolah, dan saat ulangan jawabannya malah balik bertanya menyerupai ini niscaya sudah saya salahkan. Eh, dia malah bertanya lagi, "Tahu CKL?"

"Tidak" ialah sebuah kata yang keluar dari mulutku. Bapak ini malah mengangguk, lalu dilanjutkan dengan jawaban-jawaban yang logis. KKNI itu akronim dari Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Dalam KKNI, pendidikan profesi termasuk dalam level 7. Sedangkan pendidikan S-1 termasuk dalam level 6.

Guru yang gres mengantongi ijazah S-1, posisinya dalam KKNI berbeda dengan guru yang sudah S-1 dan akta pendidik. Guru bersertifikat pendidik dalam KKNI setingkat lebih tinggi daripada guru yang hanya lulusan S-1. Inilah manfaat KKNI sebagai bentuk penghargaan terhadap seseorang yang berhasil meraih pendidikan tertentu.

Bapak paruh baya ini sambil tertawa menjelaskan, jikalau ingin naik kelas (naik level maksudnya) maka guru harus berpengetahuan lebih. Level yang lebih tinggi tentu membutuhkan ilmu yang tidak sekedar menyerupai lulusan S-1. Apalagi ilmu setingkat bahan SD. Harus berbeda. "Maka soalan yang anda tanyakan tadi menjadi pembeda antara guru biasa dengan guru yang sudah berpendidikan profesi".

"Oh gitu" saya menjawab sambil mengangguk. Materi PPG yang lebih luas, yang tidak pernah diajarkan di SD menjadi pembeda. Sekaligus menambah wawasan guru. Perluasan bahan PPG  dalam modul daring ataupun lokakarya menambah wawasan guru untuk naik level yang lebih tinggi.

Semua jenis pendidikan yang diselenggarakan ternyata sudah ada dasar aturan dan kerangka kualifikasi yang harus dipenuhi. Apalagi dalam setiap jenjang pendidikan untuk menunjang jabatan profesi. Ayo bapak ibu guru, baca KKNI. Praktis menemukan isu KKNI di dunia Maya. Renungkan dan hayati. Niscaya seorang guru SD pun akan semangat mempelajari sesuatu yang tidak diajarkan di kelasnya.

Di suatu sore sehabis monev PPG, 17 Oktober 2018

Sumber http://rahmahuda.blogspot.com